Saturday, September 29, 2012

Program Jitu mengantisipasi Tawuran Pelajar

Belakangan dunia pendidikan dikejutkan oleh tawuran pelajar yang semakin brutal. tidak hanya tingkat SMA, malahan tingkat SMP pun sudah mulai tawuran.
Seakan akan tawuran sudah menjadi hal biasa ..........
Brutal dan memprihatinkan!
Karena sejak Januari 2012 telah tercatat 16 orang kehilangan nyawa akibat tawuran tersebut, dan kalau dirata-ratakan artinya tiap bulan ada hampir 2 orang siswa meninggal akibat tawuran.
Akibat kejadian terakhir, semua pihak bersuara lantang !
Berbagai spekulasi kesalahan mulai dicari .. tiap pihak mulai mempertahankan alur pemikirannya masing-masing.
Orang tua menyalahkan guru yang tidak bisa mendidik anak, pengamat menyalahkan guru karena hanya bisa mengajar anak, sebagian lagi menyalahkan aparat kepolisian yang tidak bisa mengantisipasi kejadian.
Orang hukum akan menindak anak sesuai dengan hukum yang berlaku, komisi perlindungan anak tidak mau kalau anak anak ini mendapat hukuman sesaui dengan aturan yang berlaku ...
JADI YANG MANA YANG BENAR????
Kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak dalam kajadian ini karena faktor pemicu terjadinya tawuran ini sudah seperti suatu sistem yang tidak bisa dipisahkan satu persatu.
Berikut beberapa faktor yang bisa mempengaruhi munculnya aksi tawuran:
  1. Lingkungan. Ini menjadi faktor penyumbang terbesar dari tingkah laku siswa yakni meniru apa yang ada disekitar mereka, baik melalui media televisi, pemberitaan dikoran-koran, mereka mendapati bahwa kalau ada masalah, seolah-olah main serbu bersama adalah salah satu jurus yang jitu untuk menyelesaikanya. mereka tidak pernaha memikirkan dampak yang timbul dari perbuatan mereka tersebut. Hal ini mereka tiru dari banyaknya demoonstrasi yan gberakhir ricuh dan anarkis dan diakhir pemberitaan jarang sekali di ekspose jika mereka yang berbuat anarkis tersebut harus berhubungan dengan hukum, Artinya seolah olah kalau berbuat secara massal maka hukum bisa disingkirkan.
  2. Kurangnya pengawasan Orang tua. Kalau orang tua turut serta mengawasi anaknya dengan baik maka mustahillah si anak bisa kesekolah bawa clurit, yakinlah bahwa mereka yang membawa clurit dan senjata lainnya tersebut sudah mereka siapkan dari rumah, bukan mereka beli dijalanan ketiaka akan ada tawuran, jadi peranan pengawasan orang tua sangat dibutuhkan
  3. Pengaruh Media televisi. Disini masuklah pengaruh sinetron, dan yang sejenisnya. Mari bersama kita amati sinetron sinetron yang ada di televisi, umumnya menampilkan hal hal yang berbau pertikaian, apakah itu karena harta, istri, suami dll. Dan tidak kalah hebatnya, sinetron sonetron remaja, umumnya menanamkan watak perlawanan terhadap aturan kehidupan yang berlaku. Para tokoh utamanya atau pun piguran atau pemain antagonis, semua bicaranya mebludak bludak, seakan akan tidak ada lagi so[an santun dinegeri ini. Anak membentak orang tuanya sendiri, anak memparmainkan gurunya, anak menentang keinginan orang tuanya karena tidak sejalan dengan keinginan mereka, dan semua itu disampaikan dengan menggunakan kalimat yang jauh dari sopan santun, membentak, membantingkan sesuatu atau berteriak teriak.
  4. Sinetron remaja. Sinetron remaja yang berlatar belakang sekolah, disitu diciptakan geng-geng yang berlawanan, sehingga terjadilah persaingan antar geng dalam satu sekolah. Setiap geng diketuai oleh seorang jagoan, baik geng laki maupun perempuan. Menyedihkan lagi, SINETRON SISWA SD PUN SUDAH BEGINI TIPENYA, PUNYA KELOMPOK JAGOAN. Yakinlah bahwa watak anak adalah mesin fotokpoi dan cenderung merasa paling hebat. Sehingga jika menonton yang seperti ini maka mereka akan langsung telan mentah-mentah dan dipraktekkan dalam kehidupan sekolah mereka. 
  5.  Guru yang tidak bisa mendeteksi secara dini. Seharusnya guru, terutama guru BP dan Pembina OSIS bisa melacak atau mendeteksi hal-hal seperti ini lebih awal karena dari sekian ratus siswa disekolah tersebut tidak semuanya ikut tawuran, ada diantara mereka yang tidak ikut tapi mereka mengetahui rencana teman temannya yang akan melakukan tawuran. Jadi ada kemungkinan hubungan antara guru dan siswa sepertia atasan dengan bawahan atau malah lebih jauh lagi, kalau saja hubungan gru dan siswa baik "saling terbuka" maka yakinlah rencana mereka bisa bocor sebelum berjalan.
Lalu bagaimana antisipasi nya??
Rasanya, Bapak Menteri nggak perlu susah-susah membentuk SATGAS ANTI TAWURAN, tidk akan efisien dan hanya menghabiskan anggaran saja, apalagi kalau anggota Teamnya para pejabat atau para tokoh, lebih tidak efisien lagi. Seminar? Talkshow? dan sejenisnya hanya akan menghabiskan waktu dan biaya saja, implementasinya di lapangan tidak akan memuaskan.
Tidak bisa dengan menyalahkan guru karena tidak menanamkan kurikulum berkarakter, dari jaman dulu kala, pendidikan kita sudah berkarakter, setiap guru pasti sudah menanamkannya kepada siswa tanpa harus ada kurkulum berkarakter seperti sekarang ini. Sebelum masuk materi, sebagai motivasi awal, seorang guru harus menggali dan menyampaikan kandungan materi pelajaran yang akan diajarkannya tersebut  dengan kehidupan nyata, dan didalamnya ada karakter karakter positif yang harus dikembangkan, kalau seorang guru tidak bisa menemukan ini artinya dia adalah guru yang tidak bisa memotivasi dan mengajar dengan benar.
Beberapa langkah antisipasi yang bisa diambil:
  1. Lingkungan harus peduli. Artinya kita memberikan contoh yang baik kepada mereka, kalau mau menyampaikan atau menyelesaikan suatu masalah janganlah menggunakan sistem premanisme, tapi gunakan cara yang lebih bermartabat. Jikapun terpaksa terjadi tawuran maka masyarakat yang melihat janganlah hanya jadi penonton tapi bertindaklah sebagai pemisah. tapi jangan malah ikut menggebukin
  2. Bagi Orang tua. Jangan hanya bisa menyalahkan guru, apalagi ada pernyataan, kami menitipkan anak kami kesekolah tapi kenapa anak kami bisa begini. Perlu diingat bahwa waktu siswa disekolah dan dalam pengawasan guru sehari hanya 5 - 6 jam dan setela itu habis. RAsio guru dan siswa yang hadir setiap harinya biasanya bisa mencapai 1 : 60, artinya pengawasan yang dilakukan tidak bisa maksimal, apalagi kejadin ini terjadi diluar jam sekolah. DAlam hal ini, peranan orang tua sangat penting, kontrol orang tua di rumah sangat diperlukan. Tidak ada salahnya orang tua memeriksa tas, kamar, lemari dll properti anaknya demi kebaikan mereka juga. JAngan sampai kesibukan membuat orang tua sepenuhnya menyerahkan anaknya kepada pihak sekolah. INGAT GURU ATAU SEKOLAH BUKANLAH TEMPAT PENITIPAN ANAK YANG SETIAP GERAKAN HARUS BISA DIAWASI DAN DIPERHATIKAN. APALAGI SEKOLAHNYA BUKAN SEKOLAH BRASRAMA  !
  3. Televisi dan para produser. JAnganlah hanya memikirkan rating acara, tapi utamakanlah kebaikan, tak selamanya rating hanya bisa dicapai dengan gaya nyeleneh, inovatif tapi tidak mendidik, banyak acara yang penuh pesan moral bisa mencapai rating tertinggi. Kalau kita menanam padi rumput pasti ikut tumbuh, tapi kalau kita menanam rumput jangan mimi padi kan tumbuh. mengajak orang ke diskotik jauh lebih mudah daripada mengajak orang mendengar ceramah!
  4. Guru dalam hal ini pihak sekolah. Binalah hubungan baik "kedekatan" antara siswa dan guru, terutama Pembina Osis, dalam penunjukkannya pilihlah guru yang bisa "mensiswa" jangan kaku dengan "saya ini guru kamu siswa saya" diharapkan ada komunikasi yang terbuaka antara siswa dan guru. Bagi sekolah sekolah yang rawan, tidak ada salhanya membentuk INTEL SEKOLAH yang anggotanya diambil dari siswa-siswa pilihan. Sesuai dengan namanya INTEL SEKOLAH maka kehadiran merekapun harus rahasia, mereka ditugaskan untuk membantau dan melaporkan hal-hal aneh yang terjadi dilingkungan siswa. Minta laporan secara berkala dan jika dirasa perlu, rotasikan keanggotannya. Tidak berlebihan kalau tiap kelas ada satu intel siswa yang menjadi intel sekolah. Jika ini berjalan, yakinlah semua kejadian kejadian aneh tidak akan lagi terjadi dan PAK MENTERI NGGAK USAH SUSAH SUSAH MEMBENTUK SATGAS ANTI TAWURAN karena sekolah sudah punya metode untk mengantisipasinya.
Demikianlah beberapa program yang bisa dijalankan oleh sekolah, longkungan, dan keluarga dalam menyelesaikan persolan yang menyangkut TAWURAN ANTAR SISWA. semoga bermanfaat.

Sunday, May 27, 2012

Dibalik Pengumuman Hasil UN SMA (Renungan Santai)

Kegembiraan terpancar dari berjuta raut wajah siswa SMA dan SMK di seluruh Indonesia setelah menerima hasil pengumuman kelulusan, dengan persentase yang meningkat di setiap daerah, maka secara perhitungan nilai UN maka mutu pendidikan Indonesia mulai meningkat dibanding tahun tahun yang lewat.
Dibalik semua kegembiraan tersebut, ratusan siswa tercenung, guru guru kaget, dinas pendidikan berang, bupati marah, gubernur kebakaran jenggot tatkala ada dua sekolah yang dinyatakan tingakt ketidaklulusannya mencapai angka 100 %.
Pengumuman nilai tertinggi tiap kota-kabupatenpun disampaikan dan setelah dilihat, diperhatikan dan sedikit dianalisa, maka ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian kita semua, "dengan jujur".
Sepertinya ada hal-hal yang perlu dianalisa dari hasil pengumuman tersebut, diantara:

  1. Sekolah dengan status SBI, RSBI, RSN, SN baik negeri maupun swasta, apakah sudah berada pada level tertinggi? Seharusnya begitu!
  2. Sekolah perkotaan dengan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan sekolah di daerah, apakah hasilnya lebih baik 
  3. Sekolah negeri yang siswa dan gurunya adalah orang orang yang terseleksi baik, apakah hasilnya lebih baik dibandingkan dengan swasta yang kebanyakan siswa nya adalah siswa yang tidak diterima di sekolah negeri
  4. apakah guru di sekolah swasta kinerja lebih bagus daripada guru sekolah negeri yang umumnya adalah PNS
Terkadang timbul beberapa hipotesis dalam praduga kita seperti:
  1. Jumlah guru PNS dan nilai UN berkorelasi negatif 
  2. Jarak sekolah dengan ibukota berkorelasi positif dengan nilai UN
  3. Hasil seleksi siswa di awal tahun dengan nilai UN berkorelasi negatif
  4. Mutu dan profesional guru dengan nilai UN berkorelasi negatif
Kenapa ada hipotesis yang seperti ini?
  1. Karena rata-rata nilai tertinggi berasal dari sekolah swasta
  2. Sekolah yang letaknya jauh dari ibukota memiliki rata-rata nilai lebihi tinggi dibandingkan dengan sekolah dekat ibukota
  3. Nilai tertinggi tidak diperoleh oleh sekolah dengan label SN,RSBI,SBI yang siswanya adalah siswa pilihan karena umumnya mereka mereka melalui sejumlah tes untuk bisa masuk sekolah dengan label tersebut
  4. Banyak sekolah yang berstatus negeri dan gurunya PNS memlalui rekrutan dan seleksi ketat, tapi nilainya berada di bawah swasta yang kebanyakan gurunya adalah guru honor, apalagi didaerah pedalaman atau daerah jauh
  5. dll
Bagaimana dengan dua sekolah yang seratus persen siswanya tidak lulus?
Apakah mutu guru atau siswanya benar-benar nol atau di bawah standart kelulusan?

Tapi saya kok cenderung percaya "NILAI UN MEREKA KECIL KARENA NILAI KEJUJURANNYA YANG BESAR"

Mari bersama kita interospeksi diri .......